Learning Obstacle Konsep Relasi dan Fungsi
Oleh: Mohamad Tri Afriyadi Nur Asidin
Pendidikan formal saat
ini menjadi hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan
merupakan salah satu faktor penting kemajuan bangsa, karena pendidikan salah
satunya dapat menciptakan dan mengembangkan potensi sumber daya manusia. Negara
dengan sumber daya manusia yang maju tentu akan menjadi aset penting bagi
kemajuan negaranya sendiri. Indonesia sebagai negara berkembang tentu masih
memiliki berbagai macam kendala dan kekurangan dalam sistem pendidikannya.
Salah satunya adalah dalam proses pembelajaran.
Tujuan pendidikan yang
tertulis dalam Undang-Undang Nomor 20 Ayat 3 Tahun 2003 menyebutkan bahwa
tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. Maka perlu dilakukan proses pembelajaran yang sesuai
dengan tujuan pendidikan, artinya proses pembelajaran sangat penting dalam
mewujudkan tujuan pendidikan. Hal ini dijelaskan oleh Dimyati dan Mudjiono
(2009 : 7) yang berpendapat bahwa pembelajaran adalah suatu persiapan yang
dipersiapkan oleh guru guna menarik dan memberikan informasi kepada siswa,
sehingga dengan persiapan yang dirancang oleh guru dapat membantu siswa dalam
menghadapi tujuan.
Pada hakikatnya
pembelajaran adalah kegiatan saat guru membelajarkan siswanya, yang berarti
guru tersebut membuat siswanya belajar dalam kondisi yang baik dan siap
belajar, Suherman (2010). Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang
membuat siswa belajar dengan baik (baik secara fisik dan psikis). Proses
psikologi yang menjadi dasar dalam pembelajaran adalah belajar. Konsep belajar
menurut Fontana dalam buku Strategi Belajar Mengajar Matematika adalah sebagai
proses perubahan perilaku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman.
Menurut Suherman (1992) proses belajar jika dilihat dari individu yang belajar
bersifat internal dan unik, sedangkan proses pembelajaran bersifat eksternal
yang sengaja dirancang. Oleh karena itu pembelajaran adalah proses rekayasa
manusia yakni rekayasa perilaku. Atas dasar itu maka terjadinya proses belajar
adalah kriteria dasar proses pembelajaran. Tentu belajar dengan adanya tujuan
akan lebih terarah dibanding belajar karena pengalaman semata. Termasuk dalam
hal pembelajaran matematika.
Hakikat matematika
menurut Karso dan Suherman (1992) adalah menguraikan tentang apa sebenarnya
matematika ditinjau dari beberapa aspek, baik dari arti kata matematika itu
sendiri, karakteristik matematika sebagai ilmu maupun peran dan kedudukan
matematika di cabang ilmu pengetahuan serta manfaatnya. Matematika disebut
sebagai induk dari segala ilmu, karena matematika adalah bahasa berisi simbol
yang dapat mengomunikasikan ilmu pengetahuan lain, matematika adalah ilmu
deduktif, ilmu tentang pola keteraturan, ilmu tentang struktur yang
terorganisasikan dengan baik dan merupakan alat serta pelayan ilmu lainnya.
Salah satu konsep
mendasar dalam matematika adalah konsep fungsi. Konsep fungsi sangat sering
digunakan dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan lain, seperti Biologi, Fisika,
Kimia, bahkan rumpun ilmu sosial sekalipun seperti akuntansi, ekonomi dan
lain-lain. Sehingga konsep fungsi adalah salah satu konsep yang penting untuk
dipahami siswa dengan baik dan benar.
Banyak siswa mengeluh
tentang sulitnya belajar matematika. Salah satu faktor sulitnya belajar
matematika karena persepsi siswa tentang matematika. Siswa lebih banyak diberikan
rumus tanpa dijelaskan asal formula tersebut dan kegunaan formula tersebut
dalam kehidupan. Siswa hanya mengenal matematika sebatas rumus dan angka,
sehingga memunculkan anggap bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit
dimengerti dan membosankan.
Pembelajaran matematika
yang menyebabkan persepsi siswa seperti itu salah satunya adalah pembelajaran
matematika tradisional yang memaksa siswa menghafal yang sifatnya mekanis.
Biasanya guru datang masuk kelas dengan membawa buku atau modul pembelajaran,
lalu menerangkan materi yang sama persis dengan yang ada pada buku atau modul.
Kemudian siswa diberikan tugas soal yang harus dikerjakan dengan tipe soal dan
cara pengerjaan yang sama, dan selesai. Sampai seterusnya proses pembelajaran
ini berlangsung. Sehingga siswa kurang pengalaman selama proses pembelajaran
yang menyebabkan siswa tidak memaknai pembelajaran tersebut. Menurut Kusumah dan
Suherman (1992) Kelemahan-kelemahan matematika tradisional adalah sebagai
berikut:
1. Keterampilan
berhitung dan mengapal yang sifatnya mekanis lebih diutamakan tanpa ada usaha
mendalami pengertiannya.
2. Kurang
memberi rangsangan pada siswa untuk bermotivasi dan memacu keingintahuan pada
diri mereka.
3. Materi
tidak berkesinambungan antara tingkat SD – SMP – SMA
4. Materi
yang diberikan kurang adanya hubungan dengan kehidupan sehari-hari.
5. Kurang memperhatikan ketepatan bahasa,
sehingga menyebabkan missconception
pada
siswa.
Kesalahan-kesalahan
tersebut disetujui oleh William Brownell yang menyatakan bahwa pengertian dalam
proses belajar harus diutamakan daripada latihan atau hafalan yang sifatnya
dril.
Hal-hal
yang telah dipaparkan sebelumnya bukan tidak mungkin akan menimbulkan
ketakutan-ketakutan baru siswa dalam belajar matematika. Sehingga muncullah
hambatan-hambatan belajar siswa dalam mempelajari matematika yang biasa disebut
Learning Obstacle. Seperti yang
dikemukakan oleh Istiqomah dalam Aprianti (2013) bahwa ada beberapa hambatan
belajar yang muncul dalam memahami konsep fungsi:
1.
Hambatan epistemologis terkait concept image yang telah ada mengenai
definisi fungsi.
2.
Hambatan epistemologis terkait dengan
konteks variasi informasi yang tersedia pada soal.
3.
Hambatan epistemologis terkait dengan
kemampuan siswa dalam mengomunikasikan informasi yang ada menjadi ke dalam
bentuk notasi fungsi
4.
Hambatan epistemologis terkait koneksi
konsep fungsi degan konsep matematika yang lain khususnya dalam konsep bilangan,
persamaan dan operasi aljabar.
Learning Obstacle yang Dialami Responden pada
topik relasi dan fungsi .
Berdasarkan hasil uji instrumen yang diberikan pada
responden ditemukan beberapa learning
obstacle terkait topik relasi dan fungsi sebagai berikut.
3.4.1
Leaarning
Obstcale terkait definisi fungsi.
Siswa masih kesulitan jika ditanyakan yang berhubungan
tentang definisi fungsi. Karena dalam pembelajaran siswa hanya diberikan
informasi tentang definisi fungsi tanpa dilibatkan untuk memahai apa yang
dimaksud dengan fungsi. Ini terlihat saat siswa mengerjakan soal nomor 1, tidak
ada satu orang siswa pun yang berhasil menjawab soal nomor 1 dengan benar.
Bahkan memilih mana yang fungsi dan bukan fungsi saja masih banyak kesalahan.
Sebaiknya dalam pembelajaran topik relasi dan fungsi,
siswa dilibatkan dalam setiap kesepakatan yang diambil, definisi fungsi
merupakan kesepakatan antara siswa, guru dan materi. Bukan hanya kesepakatan
antara guru dengan materi. Jadi dalam proses pembelajaran guru sebisa mungkin
mengajak siswa untuk berperan aktif mengemukakan sendiri pendapat mereka
tentang fungsi. Menurut Brunner (Suherman dkk., 2003) mengenai teorema
konstruksi yang dikemukakannya, teorema ini menyatakan
bahwa dalam menguasai suatu konsep tertentu, siswa harus dilatih untuk
melakukan penyusunan representasinya dengan mencoba dan melakukannya sendiri.
Dengan demikian, siswa akan lebih memahaminya karena terlibat langsung dalam
proses belajar.
3.4.2
Learning
Obstacle terkait penamaan relasi
Siswa masih banyak mengalami kesulitan tentang
bagaimana cara untuk menamai suatu relasi. Alasan siswa tidak bisa menamai
relasi karena siswa lupa dengan caranya. Ini berarti dalam proses pembelajaran
siswa tidak memaknai apa yang dipelajarinya sehingga ia lupa dengan konsep yang
diajarkan.
Sebaiknya dalam pembelajaran guru mendisain
pembelajaran dengan memperhatikan keterkaitan antara konsep satu dengan yang
lainnya, sehingga siswa tidak melupakan konsep-konsep terkait sebelumnya.
Menurut David Ausubel (Suherman dkk., 2003) tentang teori belajar bermakna atau
teori
meaningfull learning yaitu
pengulangan sebelum belajar dimulai merupakan bagian yang penting. Belajar
dikatakan bermakna apabila melalui tahapan mengetahui, memahami,
mengaplikasikan, dan memilikinya untuk dimanfaatkan lebih lanjut. Selain itu,
apabila dalam memahami suatu konsep selalu dikaitkan dengan konsep-konsep
lainnya maka akan terjadi proses belajar yang bermakna.
3.4.3 Learning Obstacle terkait menyatakan suatu fungsi ke dalam diagram
cartesius (membuat grafik).
Banyak responden yang mengalami kesulitan saat membuat
grafik. Terlihat pada soal nomor 2c, 3c, dan 5c. Persentase jawaban benar
sangat kecil, yaitu tidak melebih 50% untuk responden siswa. Berdasarkan hasil
wawancara, siswa tidak terlalu difokuskan belajar membuat grafik mereka lebih
difokuskan belajar fungsi secara aljabar. Padahal antara geometri dan ajabar
saling berkaitan, geometri dapat memudahkan siswa mengerti maksud dari aljabar
pada fungsi sehingga siswa tidak perlu repot menghafal, cukup memahami maksud
dari gambar grafik fungsi.
Guru dapat membuat disain pembelajaran agar siswa
dapat membuat grafik fungsi dengan benar. Teori pembelajaran tentang geometri
dikemukakan oleh Van Hiele sebagai berikut. Van Hiele menyimpulkan
mengenai tingkat perkembangan kognitif anak dalam memahami geometri. Menurut
Van Hiele (Krisyanto, 2007), kemajuan dari satu tingkat selanjutnya melibatkan
lima fase pembelajaran yaitu informasi (informastin),
orientasi langsung (directed orientation),
penjelasan (explanation), orientasi
bebas (free orientasi), dan integrasi
(integration). Dengan teori yang
dikemukakan Van Hiele yang memperhatikan tingkat perkembangan kognitif anak
dalam memahami geometri dapat menjadi referensi bagi guru untuk mendisain
pembelajaran dalam kelas.
3.4.4
Learning
Obstacle terkait pemahaman siswa terhadap aturan fungsi dan
nilai fungsi
Banyak siswa yang menjawab salah ketika diperintahkan
menentukan aturan fungsi jika hubungan antara anggota-anggota pada domain dan
kodomain sudah jelas dalam soal. Terlihat pada soal nomor 3b, pengalaman
belajar siswa yang kurang yang hanya terpaku pada simbol f untuk fungsi,
sehingga ketika pada soal diberikan simbol h untuk suatu fungsi siswa kesulitan
menentukan aturan fungsinya.
Beberapa siswa
mampu membuat aturan fungsi dengan tepat sesuai keinginan soal, tetapi ketika
suatu aturan fungsi disajikan dalam hal yang tidak biasa dalam soal dan siswa
diminta untuk menentukan nilai dari f(x), nilai x dikethui dan f(x) memiliki syarat pada domainnya
(seperti pada soal nomr 5. Siswa banyak yang tidak menjawab soal dikarenakan
bingung bagaimana harus menjawabnya. Hal ini mengindikasikan bahwa konsep
fungsi yang dipelajari kurang bermakna, seharusnya berdasarkan definisi fungsi
siswa bisa menjawab soal tersebut dengan
mudah.
Daftar Pustaka
Agustiani, N. (2013). Desain Didaktis Konsep Komposisi Fungsi pada Pembelajaran Matematika
SMA. Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Agustina, N. (2012). Desain Didaktis Pembelajaran Matematika SMP pada Pokok Bahasan Kubus.
Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Fitriyani. (2011). Desain
Didaktis Luas Daerah Trapesium pada Pembelajaran Matematika SMP. Skripsi
FPMIPA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Hendra, A. (2011). Desain
Didaktis Bahan Ajar Problem Solving pada Konsep Luas Daerah Lingkaran.
Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Moleong, L.J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nugroho dan Meisaroh. (2009). Matematika SMP dan MTS Kelas VIII (BSE). Jakarta: Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional.
Pratama, R.A. (2011). Desain Didaktis Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat pada
Pembelajaran Matematika SMP. Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Ruseffendi, E.T. (2006). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang NonEksak Lainnya.
Bandung: Tarsito.
Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung:Universitas Pendidikan
Indonesia.
Suryadi, D. (2013). Didactical Design
Research (DDR) dalam Pengembangan Pembelajaran Matematika. UNNES: Seminar Pendidikan Matematika. Diakses dari: http://didi-suryadi.staf.upi.edu/files/2011/06/DIDACTICAL-DESIGN-RESEARCH-DDR.pdf.
0 komentar:
Posting Komentar